Mengintip Strategi ”Harga Heboh” Hypermarket
Sumber : http://bimandiri.wordpress.com
Pasar modern seperti hypermarket menerapkan strategi Everyday Low Prices (EDLP) yang dikombinasikan dengan strategi leader pricing, multiple unit pricing, price bundling, odd pricing, dan price lining untuk meningkatkan lalulintas konsumen dan penjualan barang pelengkap di dalam toko.
Harga rendah di hypermarket merupakan aplikasi ‘Everyday Low Price’ (EDLP) yang biasa diaplikasikan peritel dengan biaya operasional rendah dan pelayanan minimum. Strategi EDLP menekankan harga jual normal yang berkisar antara harga normal dan harga promosi ritel pesaing. EDLP berguna memperluas cakupan segmen pasar yang bisa dijangkau dan memungkinkan peritel hypermarket untuk menjangkau konsumen hampir dari seluruh strata sosial yang ada di masyarakat. Strategi ini sangat efektif diaplikasikan di Indonesia, yang mayoritas konsumennya berasal dari kalangan menengah bawah dan umumnya sangay peduli pada harga (price sensitive). Lewat strategi ini, sangatlah wajar jika banyak konsumen pasar tradisional kemudian beralih menjadi pelanggan hypermarket.
Buyer di hypermarket mempergunakan dua metode penetapan harga, yaitu metode biaya dan permintaan. Metode biaya menekankan penyusunan harga jual untuk mencapai tingkat keuntungan tertentu, sedangkan metode permintaan menekankan konsistensi peritel terhadap citra yang ingin dibangun dengan mempertimbangkan tuntutan konsumen. Buyer mengombinasikan kedua metode tersebut sesuai dengan situasi persaingan.
Manfaat kombinasi dua metode tersebut bagi manajemen hypermarket adalah :
1. Membangun image/citra gerai hypermarket sebagai gerai yang menawarkan harga rendah.
2. Memaksimalkan keuntungan pada saat gerai ritel pesaing menawarkan harga jual yang lebih tinggi.
Komponen utama dalam menentukan harga dengan menggunakan metode biaya adalah harga pokok pembelian dan gross margin yang ditetapkan. Sedangkan komponen aplikasi metode permintaan adalah harga jual pesaing di pasaran umum.
Struktur Penetapan Harga
Memanfaatkan kekuatan tawar menawar yang dimiliki, para buyer ritel bernegosiasi dengan pemasok untuk memperoleh diskon, rabat, insentif, komisi, dan bonus barang untuk setiap pembeliannya. Diskon yang diperoleh buyer tidak terbatas hanya pada diskon reguler sebagaimana pedagang pasar. Didukung kekuatan pembelian yang dimilikinya, buyer memperoleh sejumlah diskon tambahan yang akan menekan harga pokok pembelian.
Alhasil, dengan harga pokok pembelian yang rendah, mampu memberikan keleluasaan kepada buyer untuk meyusun harga jual sesuai dengan tingkat keuntungan yang diinginkan dan melakukan penyesuaian terhadap harga jual pesaing sebagai parameter permintaan pasar.Ini juga terkait dengan tingkat keuntungan yang ditetapkan jajaran top manajemen perusahaan ritel yang disesuaikan dengan tingkat pengembalian investasi yang diinginkan. Untuk mencapai tingkat keuntungan tertentu, buyer akan menggunakan rasio tingkat perputaran barang sebagai salah satu parameter dalam menyusun harga jual. Rasio perputaran barang menentukan besarnya nilai investasi yang harus dikeluarkan perusahaan ritel dalam bentuk persediaan untuk mencapai tingkat penjualan tertentu. Semakin tinggi nilai rasio perputaran suatu item produk, semakin cepat arus keluar-masuk produk tersebut di dalam gerai. Kondisi ini membuat investasi yang dikeluarkan perusahaan untuk produk tersebut dapat ditekan serendah mungkin.
Persentase gross margin yang rendah akan diterapkan buyer untuk produk yang memiliki karakter tingkat perputaran cepat dengan investasi persediaan rendah. Demikian pula sebaliknya. Besarnya persentase gross margin yang diterapkan pada setiap kategori produk berbeda satu sama lain. Persentase gross margin yang relatif rendah biasanya diterapkan buyer terhadap produk yang memiliki karakter brand image kuat, tingkat perputaran yang cepat, serta shrinkage rendah. Sedangkan persentase gross margin yang relatif tinggi biasanya diterapkan buyer terhadap produk dengan karakter sebaliknya atau produk yang diolah sendiri di dalam gerai.Persentase gross margin tertinggi diterapkan buyer untuk kategori produk bakery dan makanan siap santap (ready to eat), yaitu produk yang diolah sendiri di dalam gerai. Persentase gross margin untuk kedua kategori produk tersebut berkisar antara 30 – 70%.
Meningkatnya suhu persaingan bisnis ritel beberapa tahun terakhir, telah menimbulkan perubahan karakter terhadap produk pada kategori alat-alat elektronik (appliances). Jika pada dekade sebelumnya buyer menetapkan persentase gross margin yang relatif tinggi untuk kategori produk ini (berkisar 20 – 35%), namun dengan kondisi persaingan saat ini dan berubahnya karakter kategori produk ini yang semula ‘slow–moderate moving’ menjadi kategori produk ‘moderate-fast moving’, memaksa manajemen hypermarket untuk menetapkan persentase gross margin yang lebih rendah dari sebelumnya dengan kisaran 8 – 25%. Parameter terakhir buyer dalam menyusun harga jual adalah harga jual di pasaran umum dan harga jual gerai ritel pesaing. Ketika buyer memperhitungkan biaya yang dikeluarkan untuk menjual produk tersebut beserta target gross margin yang telah ditetapkan oleh top manajemen, buyer akan memperhitungkan tingkat harga jual pesaing sebagai salah satu parameter permintaan pasar. Hal inilah yang merupakan dasar digunakannya metode berorientasi permintaan.
Strategi ”Harga Heboh”di Hypermarket
”Harga Heboh” merupakan implementasi program promosi penjualan yang menekankan harga jual sangat rendah terhadap item promosi. ‘Harga heboh’ merupakan strategi penetapan harga yang umum dikenal sebagai ‘Leader Pricing’ yang didefinisikan sebagai harga yang bertujuan memancing konsumen untuk mendatangi gerai ritel dan meningkatkan pembelian tanpa rencana.’Harga Heboh’ bertujuan meningkatkan lalulintas konsumen dan mendorong penjualan barang pelengkap. Harga tersebut sangat fantastis bagi konsumen bahkan bagi pedagang pasar karena biasanya lebih rendah dari harga beli bersih yang diperolehnya dari vendor.
Ketika konsumen tertarik dengan harga item target yang sangat fantastis dan mengunjungi gerai ritel, konsumen akan dipancing untuk membeli produk lain yang tersedia di dalam gerai. Semakin banyak produk lain yang dibeli tanpa direncanakan sebelumnya oleh konsumen, maka program promosi yang dilancarkan manajemen ritel melalui ‘Harga Heboh’ berhasil mencapai tujuannya.Istilah yang digunakan manajemen pasar modern dalam ‘Leader Pricing’ berbeda-beda. Carrefour menggunakan ‘Harga Heboh’, Giant ‘Murah Abis’, Hypermart ‘Cek Harga’, Yogya ‘Harga Heran’ dan lain-lain Walaupun istilah yang digunakan berbeda pada dasarnya memiliki tujuan yang sama.Program promosi ritel memiliki sasaran jangka pendek dan jangka panjang. Sasaran jangka pendek dari program promosi ritel adalah bertujuan meningkatkan lalulintas konsumen untuk meningkatkan penjualan dan lebih ditujukan sebagai usaha pencapaian kinerja operasional dalam suatu periode waktu tertentu. Sasaran jangka panjang tentunya adalah untuk membangun image gerai ritel di benak konsumen agar berbeda dengan pesaingnya.
Dengan memosisikan diri sebagai peritel yang menawarkan harga rendah, hypermarket berusaha membangun image mereka sejalan dengan ’Positioning Market’ melalui penawaran harga rendah secara konsisten. Melalui program promosi berkala, hypermarket berusaha menawarkan harga yang jauh di bawah harga pasaran umum untuk membangun loyalitas konsumen. Walaupun demikian serendah apapun harga promosi hypermarket, buyer berusaha menetapkan harga jual mereka di atas harga pokok pembelian untuk memperoleh sejumlah keuntungan.
Fenomena hypermarket menjual produk di bawah harga pokok pembelian biasanya justru terjadi pada item non promosi. Ketika gerai pesaing menetapkan harga lebih rendah manajemen hypermarket melakukan penyesuaian harga jual harga pesaing untuk item produk yang sama. Tindakan ini dilakukan untuk mengantisipasi kondisi persaingan yang akan merusak image gerai mereka di mata konsumen yang terbatas hanya untuk item merupakan target konsumen. Di luar produk tersebut manajemen hypermarket cenderung untuk mengabaikan perbedaan harga jual mereka dengan gerai pesaing.
Untuk mendapatkan efek psikologis yang dramatis, buyer seringkali memanipulasi harga promosi dengan melakukan konversi terhadap unit satuan produk. Sebagai contoh, dengan menyediakan ayam utuh yang memiliki bobot rata-rata 0.8kg/ekor buyer mengkonversi unit satuan yang semula ‘kilogram’ menjadi ‘ekor’. Hasil dari cara ini, efek psikologisnya terhadap konsumen akan lebih dramatis dibandingkan dengan menawarkan harga per kg. Program promosi yang dikembangkan manajemen hypermarket tidak semata dilakukan untuk kepentingan manajemen hypermarket. Berbagai pihak yang terlibat didalam program promosi turut merasakan manfaat dari pelaksanaan program promosi tersebut. Manajemen hypermarket memperoleh manfaat langsung dengan meningkatnya penjualan di dalam gerai. Konsumen mendapatkan manfaat langsung dengan memperoleh kebutuhan dengan harga murah. Pemasok memperoleh manfaat dari aktifitas marketing yang dilakukan di dalam gerai untuk meningkatkan penjualan maupun image tentang merk dan produk mereka di mata konsumen.
Dengan manfaat yang akan turut diperoleh pihak vendor, buyer akan bernegosiasi dengan vendor untuk memperoleh sejumlah uang dalam bentuk ‘Promotion Fee’ sebagai biaya kompensasi atas aktifitas marketing vendor di dalam gerainya ditambah berkurangnya keuntungan yang diperoleh manajemen hypermarket akibat penurunan persentase gross margin yang ditetapkan selama periode promosi. Manajemen hypermarket menggolongkan ‘Por-motion Fee’ yang diperolehnya sebagai pendapatan komersial yang biasa disebut ‘Commercial Margin’.
Dari penjelasan yang telah disampaikan dapat diambil sutau kesimpulan bahwa harga rendah yang ditawarkan gerai hypermarket, bahkan pada periode promosi bisa lebih rendah 20 – 50% dari harga pasaran umum bukan karena manajemen hypermarket menerapkan politik dumping dalam menjalankan bisnisnya sebagai-mana yang diadukan Asosiasi Seluruh Pedagang Pasar Indonesia (ASPPI) kepada Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KP-PU). Penetapan harga rendah hanyalah suatu strategi yang dikembangkan manajemen hypermarket untuk mengantisipasi panasnya suhu persaingan bisnis ritel saat ini, yang menekankan kepada harga rendah untuk menarik konsumen agar berbelanja di gerai mereka sehingga terbentuk loyalitas konsumen terhadap gerai yang akan menghasilkan keuntungan finansial bagi organisasi dalam waktu yang panjang.
Ketika situasi persaingan menekankan kepada harga rendah, manajemen hypermarket harus mampu menawarkan harga yang bersaing untuk mempertahankan usahanya dengan cara mengembangkan strategi EDLP dan program promosi ritel secara konsisten. Harga yang rendah dan program promosi berkala yang dikembangkan manajemen hypermarket menghasilkan tingkat keuntungan yang sangat tipis bagi organisasi hypermarket. Untuk mengantisipasi persaingan tanpa mengorbankan keuntungan tipis yang diperolehnya, manajemen hypermarket melalui buyer berusaha menekan harga pokok pembelian dengan melakukan negosiasi secara intensif untuk memperoleh sejumlah discount pembelian dari vendor. Dari sejumlah discount pembelian yang diperolehnya, harga pokok pembelian gerai hypermarket lebih rendah dari pedagang pasar tradisional.
Oleh karena itu sangatlah wajar jika harga jual gerai hypermarket jauh lebih rendah dibandingkan pasar tradisional tanpa harus mempraktekkan politik dumping.Berkembangnya bisnis ritel di Indonesia yang menambah panasnya suhu persaingan saat ini memang mengancam keberadaan pasar tradisional. Seiring bertambahnya waktu dan berubahnya demografi masyarakat, pasar tradisional tidak akan penah bisa bersaing dengan pasar modern jika pihak yang terlibat di dalam pengelolaan pasar tradisional tidak melakukan tindakan yang nyata untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan konsumen. Persoalan persaingan pasar tradisional dengan hypermarket sebenarnya tidak terbatas hanya pada persaingan harga akan tetapi persaingan tersebut lebih kepada memenuhi kebutuhan dan tuntutan konsumen yang sangat kompleks.
Dari sisi persaingan harga, rendahnya kekuatan pembelian yang dimiliki pedagang pasar tradisional secara individu serta terbatasnya pengetahuan tentang manajemen ritel modern belum memungkinkan pedagang pasar tradisional untuk memperoleh berbagai macam manfaat yang bisa digali dari pihak vendor.Pedagang pasar tradisional bisa bersaing dengan gerai hypermarket dalam sisi harga jika melakukan konsolidasi di internal pedagang pasar dengan melakukan pembelian secara bersama-sama sehingga kekuatan pembeliannya meningkat secara signifi-kan. Sebagai tambahan, pedagang pasar tradisional yang diberi tugas menangani bagian pembelian harus membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan di bidang manajemen ritel yang bisa diperoleh dari buku-buku maupun pakar atau praktisi ritel. Bekal pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya bisa digunakan untuk menggali peluang dan manfaat yang bisa diambil dari pemasok sehingga mampu menekan harga pokok pembelian dan mengoptimalkan keuntungan yang diperolehnya.
Harga rendah di hypermarket merupakan aplikasi ‘Everyday Low Price’ (EDLP) yang biasa diaplikasikan peritel dengan biaya operasional rendah dan pelayanan minimum. Strategi EDLP menekankan harga jual normal yang berkisar antara harga normal dan harga promosi ritel pesaing. EDLP berguna memperluas cakupan segmen pasar yang bisa dijangkau dan memungkinkan peritel hypermarket untuk menjangkau konsumen hampir dari seluruh strata sosial yang ada di masyarakat. Strategi ini sangat efektif diaplikasikan di Indonesia, yang mayoritas konsumennya berasal dari kalangan menengah bawah dan umumnya sangay peduli pada harga (price sensitive). Lewat strategi ini, sangatlah wajar jika banyak konsumen pasar tradisional kemudian beralih menjadi pelanggan hypermarket.
Buyer di hypermarket mempergunakan dua metode penetapan harga, yaitu metode biaya dan permintaan. Metode biaya menekankan penyusunan harga jual untuk mencapai tingkat keuntungan tertentu, sedangkan metode permintaan menekankan konsistensi peritel terhadap citra yang ingin dibangun dengan mempertimbangkan tuntutan konsumen. Buyer mengombinasikan kedua metode tersebut sesuai dengan situasi persaingan.
Manfaat kombinasi dua metode tersebut bagi manajemen hypermarket adalah :
1. Membangun image/citra gerai hypermarket sebagai gerai yang menawarkan harga rendah.
2. Memaksimalkan keuntungan pada saat gerai ritel pesaing menawarkan harga jual yang lebih tinggi.
Komponen utama dalam menentukan harga dengan menggunakan metode biaya adalah harga pokok pembelian dan gross margin yang ditetapkan. Sedangkan komponen aplikasi metode permintaan adalah harga jual pesaing di pasaran umum.
Struktur Penetapan Harga
Memanfaatkan kekuatan tawar menawar yang dimiliki, para buyer ritel bernegosiasi dengan pemasok untuk memperoleh diskon, rabat, insentif, komisi, dan bonus barang untuk setiap pembeliannya. Diskon yang diperoleh buyer tidak terbatas hanya pada diskon reguler sebagaimana pedagang pasar. Didukung kekuatan pembelian yang dimilikinya, buyer memperoleh sejumlah diskon tambahan yang akan menekan harga pokok pembelian.
Alhasil, dengan harga pokok pembelian yang rendah, mampu memberikan keleluasaan kepada buyer untuk meyusun harga jual sesuai dengan tingkat keuntungan yang diinginkan dan melakukan penyesuaian terhadap harga jual pesaing sebagai parameter permintaan pasar.Ini juga terkait dengan tingkat keuntungan yang ditetapkan jajaran top manajemen perusahaan ritel yang disesuaikan dengan tingkat pengembalian investasi yang diinginkan. Untuk mencapai tingkat keuntungan tertentu, buyer akan menggunakan rasio tingkat perputaran barang sebagai salah satu parameter dalam menyusun harga jual. Rasio perputaran barang menentukan besarnya nilai investasi yang harus dikeluarkan perusahaan ritel dalam bentuk persediaan untuk mencapai tingkat penjualan tertentu. Semakin tinggi nilai rasio perputaran suatu item produk, semakin cepat arus keluar-masuk produk tersebut di dalam gerai. Kondisi ini membuat investasi yang dikeluarkan perusahaan untuk produk tersebut dapat ditekan serendah mungkin.
Persentase gross margin yang rendah akan diterapkan buyer untuk produk yang memiliki karakter tingkat perputaran cepat dengan investasi persediaan rendah. Demikian pula sebaliknya. Besarnya persentase gross margin yang diterapkan pada setiap kategori produk berbeda satu sama lain. Persentase gross margin yang relatif rendah biasanya diterapkan buyer terhadap produk yang memiliki karakter brand image kuat, tingkat perputaran yang cepat, serta shrinkage rendah. Sedangkan persentase gross margin yang relatif tinggi biasanya diterapkan buyer terhadap produk dengan karakter sebaliknya atau produk yang diolah sendiri di dalam gerai.Persentase gross margin tertinggi diterapkan buyer untuk kategori produk bakery dan makanan siap santap (ready to eat), yaitu produk yang diolah sendiri di dalam gerai. Persentase gross margin untuk kedua kategori produk tersebut berkisar antara 30 – 70%.
Meningkatnya suhu persaingan bisnis ritel beberapa tahun terakhir, telah menimbulkan perubahan karakter terhadap produk pada kategori alat-alat elektronik (appliances). Jika pada dekade sebelumnya buyer menetapkan persentase gross margin yang relatif tinggi untuk kategori produk ini (berkisar 20 – 35%), namun dengan kondisi persaingan saat ini dan berubahnya karakter kategori produk ini yang semula ‘slow–moderate moving’ menjadi kategori produk ‘moderate-fast moving’, memaksa manajemen hypermarket untuk menetapkan persentase gross margin yang lebih rendah dari sebelumnya dengan kisaran 8 – 25%. Parameter terakhir buyer dalam menyusun harga jual adalah harga jual di pasaran umum dan harga jual gerai ritel pesaing. Ketika buyer memperhitungkan biaya yang dikeluarkan untuk menjual produk tersebut beserta target gross margin yang telah ditetapkan oleh top manajemen, buyer akan memperhitungkan tingkat harga jual pesaing sebagai salah satu parameter permintaan pasar. Hal inilah yang merupakan dasar digunakannya metode berorientasi permintaan.
Strategi ”Harga Heboh”di Hypermarket
”Harga Heboh” merupakan implementasi program promosi penjualan yang menekankan harga jual sangat rendah terhadap item promosi. ‘Harga heboh’ merupakan strategi penetapan harga yang umum dikenal sebagai ‘Leader Pricing’ yang didefinisikan sebagai harga yang bertujuan memancing konsumen untuk mendatangi gerai ritel dan meningkatkan pembelian tanpa rencana.’Harga Heboh’ bertujuan meningkatkan lalulintas konsumen dan mendorong penjualan barang pelengkap. Harga tersebut sangat fantastis bagi konsumen bahkan bagi pedagang pasar karena biasanya lebih rendah dari harga beli bersih yang diperolehnya dari vendor.
Ketika konsumen tertarik dengan harga item target yang sangat fantastis dan mengunjungi gerai ritel, konsumen akan dipancing untuk membeli produk lain yang tersedia di dalam gerai. Semakin banyak produk lain yang dibeli tanpa direncanakan sebelumnya oleh konsumen, maka program promosi yang dilancarkan manajemen ritel melalui ‘Harga Heboh’ berhasil mencapai tujuannya.Istilah yang digunakan manajemen pasar modern dalam ‘Leader Pricing’ berbeda-beda. Carrefour menggunakan ‘Harga Heboh’, Giant ‘Murah Abis’, Hypermart ‘Cek Harga’, Yogya ‘Harga Heran’ dan lain-lain Walaupun istilah yang digunakan berbeda pada dasarnya memiliki tujuan yang sama.Program promosi ritel memiliki sasaran jangka pendek dan jangka panjang. Sasaran jangka pendek dari program promosi ritel adalah bertujuan meningkatkan lalulintas konsumen untuk meningkatkan penjualan dan lebih ditujukan sebagai usaha pencapaian kinerja operasional dalam suatu periode waktu tertentu. Sasaran jangka panjang tentunya adalah untuk membangun image gerai ritel di benak konsumen agar berbeda dengan pesaingnya.
Dengan memosisikan diri sebagai peritel yang menawarkan harga rendah, hypermarket berusaha membangun image mereka sejalan dengan ’Positioning Market’ melalui penawaran harga rendah secara konsisten. Melalui program promosi berkala, hypermarket berusaha menawarkan harga yang jauh di bawah harga pasaran umum untuk membangun loyalitas konsumen. Walaupun demikian serendah apapun harga promosi hypermarket, buyer berusaha menetapkan harga jual mereka di atas harga pokok pembelian untuk memperoleh sejumlah keuntungan.
Fenomena hypermarket menjual produk di bawah harga pokok pembelian biasanya justru terjadi pada item non promosi. Ketika gerai pesaing menetapkan harga lebih rendah manajemen hypermarket melakukan penyesuaian harga jual harga pesaing untuk item produk yang sama. Tindakan ini dilakukan untuk mengantisipasi kondisi persaingan yang akan merusak image gerai mereka di mata konsumen yang terbatas hanya untuk item merupakan target konsumen. Di luar produk tersebut manajemen hypermarket cenderung untuk mengabaikan perbedaan harga jual mereka dengan gerai pesaing.
Untuk mendapatkan efek psikologis yang dramatis, buyer seringkali memanipulasi harga promosi dengan melakukan konversi terhadap unit satuan produk. Sebagai contoh, dengan menyediakan ayam utuh yang memiliki bobot rata-rata 0.8kg/ekor buyer mengkonversi unit satuan yang semula ‘kilogram’ menjadi ‘ekor’. Hasil dari cara ini, efek psikologisnya terhadap konsumen akan lebih dramatis dibandingkan dengan menawarkan harga per kg. Program promosi yang dikembangkan manajemen hypermarket tidak semata dilakukan untuk kepentingan manajemen hypermarket. Berbagai pihak yang terlibat didalam program promosi turut merasakan manfaat dari pelaksanaan program promosi tersebut. Manajemen hypermarket memperoleh manfaat langsung dengan meningkatnya penjualan di dalam gerai. Konsumen mendapatkan manfaat langsung dengan memperoleh kebutuhan dengan harga murah. Pemasok memperoleh manfaat dari aktifitas marketing yang dilakukan di dalam gerai untuk meningkatkan penjualan maupun image tentang merk dan produk mereka di mata konsumen.
Dengan manfaat yang akan turut diperoleh pihak vendor, buyer akan bernegosiasi dengan vendor untuk memperoleh sejumlah uang dalam bentuk ‘Promotion Fee’ sebagai biaya kompensasi atas aktifitas marketing vendor di dalam gerainya ditambah berkurangnya keuntungan yang diperoleh manajemen hypermarket akibat penurunan persentase gross margin yang ditetapkan selama periode promosi. Manajemen hypermarket menggolongkan ‘Por-motion Fee’ yang diperolehnya sebagai pendapatan komersial yang biasa disebut ‘Commercial Margin’.
Dari penjelasan yang telah disampaikan dapat diambil sutau kesimpulan bahwa harga rendah yang ditawarkan gerai hypermarket, bahkan pada periode promosi bisa lebih rendah 20 – 50% dari harga pasaran umum bukan karena manajemen hypermarket menerapkan politik dumping dalam menjalankan bisnisnya sebagai-mana yang diadukan Asosiasi Seluruh Pedagang Pasar Indonesia (ASPPI) kepada Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KP-PU). Penetapan harga rendah hanyalah suatu strategi yang dikembangkan manajemen hypermarket untuk mengantisipasi panasnya suhu persaingan bisnis ritel saat ini, yang menekankan kepada harga rendah untuk menarik konsumen agar berbelanja di gerai mereka sehingga terbentuk loyalitas konsumen terhadap gerai yang akan menghasilkan keuntungan finansial bagi organisasi dalam waktu yang panjang.
Ketika situasi persaingan menekankan kepada harga rendah, manajemen hypermarket harus mampu menawarkan harga yang bersaing untuk mempertahankan usahanya dengan cara mengembangkan strategi EDLP dan program promosi ritel secara konsisten. Harga yang rendah dan program promosi berkala yang dikembangkan manajemen hypermarket menghasilkan tingkat keuntungan yang sangat tipis bagi organisasi hypermarket. Untuk mengantisipasi persaingan tanpa mengorbankan keuntungan tipis yang diperolehnya, manajemen hypermarket melalui buyer berusaha menekan harga pokok pembelian dengan melakukan negosiasi secara intensif untuk memperoleh sejumlah discount pembelian dari vendor. Dari sejumlah discount pembelian yang diperolehnya, harga pokok pembelian gerai hypermarket lebih rendah dari pedagang pasar tradisional.
Oleh karena itu sangatlah wajar jika harga jual gerai hypermarket jauh lebih rendah dibandingkan pasar tradisional tanpa harus mempraktekkan politik dumping.Berkembangnya bisnis ritel di Indonesia yang menambah panasnya suhu persaingan saat ini memang mengancam keberadaan pasar tradisional. Seiring bertambahnya waktu dan berubahnya demografi masyarakat, pasar tradisional tidak akan penah bisa bersaing dengan pasar modern jika pihak yang terlibat di dalam pengelolaan pasar tradisional tidak melakukan tindakan yang nyata untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan konsumen. Persoalan persaingan pasar tradisional dengan hypermarket sebenarnya tidak terbatas hanya pada persaingan harga akan tetapi persaingan tersebut lebih kepada memenuhi kebutuhan dan tuntutan konsumen yang sangat kompleks.
Dari sisi persaingan harga, rendahnya kekuatan pembelian yang dimiliki pedagang pasar tradisional secara individu serta terbatasnya pengetahuan tentang manajemen ritel modern belum memungkinkan pedagang pasar tradisional untuk memperoleh berbagai macam manfaat yang bisa digali dari pihak vendor.Pedagang pasar tradisional bisa bersaing dengan gerai hypermarket dalam sisi harga jika melakukan konsolidasi di internal pedagang pasar dengan melakukan pembelian secara bersama-sama sehingga kekuatan pembeliannya meningkat secara signifi-kan. Sebagai tambahan, pedagang pasar tradisional yang diberi tugas menangani bagian pembelian harus membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan di bidang manajemen ritel yang bisa diperoleh dari buku-buku maupun pakar atau praktisi ritel. Bekal pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya bisa digunakan untuk menggali peluang dan manfaat yang bisa diambil dari pemasok sehingga mampu menekan harga pokok pembelian dan mengoptimalkan keuntungan yang diperolehnya.